..:: Selamat Datang Di Aan Samudra Blog - Memberikan Berbagai Tutorial dan Artikel Menarik Lainnya ::..

Saturday, November 27, 2010

Puasa Dalam Islam

Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis bahwa dengan puasa kita belajar mengendalikan hawa nafsu serta mengendalikan setan yang menipu dan menjebak kita. Pada waktu kita puasa, kita membelenggu setan, membuka pintu surga dan menutup pintu neraka. Puasa adalah latihan mengendalikan hawa nafsu.
Di dalam tarekat, puasa adalah upaya mengendalikan diri kita secara lahiriah dan secara batiniah. Secara lahiriah, kita mengendalikan diri dengan mempuasakan seluruh panca indera kita. Secara lahiriah, puasa yang pertama di dalam tarekat adalah puasa menutup mulut kita atau puasa bicara.
Ketika kita berpuasa, setelah kita meninggalkan kata-kata kotor dan menyinggung perasaan orang, kita juga meninggalkan kata-kata yang biasa-biasa. Hanya supaya pembicaraan kita tidak mengambil alih zikir yang seharusnya kita lakukan di bulan Puasa. Nabi Zakaria as, ketika diberitahu bahwa ia akan mempunyai anak yang bernama Yahya, merasa amat bahagia karena dalam usianya yang amat tua, ia belum juga dikaruniai seorang putra. Zakaria as sering berdoa, "Tuhanku, sudah rapuh tulang-tulangku, sudah penuh kepalaku dengan uban, tapi aku tak putus asa berdoa kepada-Mu." (QS. Maryam: 4) Satu saat, Tuhan menjawab, "Aku akan memberi kepadamu seorang anak." (QS. Maryam: 7) Zakaria as hampir tidak percaya, "Bagaimana mungkin aku punya anak, ya Allah. Padahal istriku mandul dan aku pun sudah tua renta." (QS. Maryam: 8) Lalu Tuhan menjawab, "Hal itu mudah bagi Allah. Bukankah kamu pun asalnya tiada lalu Aku ciptakan kamu." (QS. Maryam: 9) Zakaria masih penasaran dan ia minta kepada Allah, "Apa tandanya, ya Allah?" Tuhan menjawab, "Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tidak boleh berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari berturut-turut." (QS. Maryam: 10)
PUASA DALAM ISLAM


A. Pengertian Puasa
Puasa dalam agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang boleh membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama.

B. Perintah dalam Al-Quran
Perintah berpuasa dari Allah terdapat dalam Al-Qur'an di surat Al-Baqarah ayat 183.
"Yaa ayyuhaladziina aamanuu kutiba alaikumus siyaamu kamaa kutiba 'alalladziina min qablikum la allakum tataquun"
“ Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa."

C. Hikmah Puasa
Ibadah shaum Ramadhan yang diwajibkan Allah kepada setiap mu’min adalah ibadah yang ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam QS. Al- Baqarah/2: 183. Hikmah dari ibadah shaum itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al- Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali ‘Imran/3: 146.

D. Secara Aktivitas
Nilai-nilai kesabaran (gigih dan ulet) diaplikasikan dalam hidup dan kehidupan demi tegaknya Din Islam.

E. Syarat Wajib Puasa
1. Islam
Dengan demikian orang kafir tidak wajib berpuasa dan tidak wajib mengqadha' (mengganti) begitulah menurut jumhur (mayoritas) ulama, bahkan kalaupun mereka melakukannya tetap dianggap tidak sah. Hanya saja ulama berbeda pendapat dalam menentukan apakah syarat islam ini syarat wajib atau syarat sahnya puasa? Dan yang melatarbelakangi mereka dalam hal ini adalah karena adanya perbedaan mereka dalam memahami ayat kewajiban puasa, mengenai apakah orang kafir termasuk di dalamnya atau tidak. (baca Surat Al Baqarah ayat 183)
Menurut Ulama Hanafiyah: orang kafir tidak termasuk dalam ketentuan wajib puasa. Sementara jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa mereka tetap termasuk dalam setiap firman Allah. Dengan demikian mereka dibebani untuk melakukan semua syariatNya (dalam hal ini mereka wajib memeluk agama Islam kemudian melakukan puasa). Jadi menurut pendapat pertama (Hanafiyah) mereka hanya menaggung dosa atas kekafirannya sementara menurut pendapat kedua (Jumhur Ulama) mereka menanggung dosa kekafiran dan meninggalkan syariat.
Maka jika ada seorang kafir masuk Islam pada bulan ramadhan dia wajib melaksanakan puasa sejak saat itu. Sebagaimana firman Allah "Katakanlah pada orang kafir bahwa jika mereka masuk islam akan diampuni dosanya yang telah lalu" (QS. Al Anfal:38).
2. Aqil dan Baligh (berakal dan melewati masa pubertas)
Tidak wajib puasa bagi anak kecil (belum baligh), orang gila (tidak berakal) dan orang mabuk, karena mereka tidak termasuk orang mukallaf (orang yang sudah masuk dalam konstitusi hukum), sebagaimana dalam hadist:
"Seseorang tidak termasuk mukallaf pada saat sebelum baligh, hilang ingatan dan dalan keadaan tidur".
3. Mampu dan Menetap
Puasa tidak diwajibkan atas orang sakit (tidak mampu) dan sedang bepergian (tidak menetap), tetapi mereka wajib mengqadha'-nya.
4. Mengetahui kewajiban puasa (semisal bagi orang yang memeluk Islam di negara non muslim).

F. Rukun puasa
1. Niat
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari



G. Syarat Sahnya Puasa
Menurut ulama Hanafiyah ada 3:
a. Niat
b. Tidak ada yang menghalanginya (seperti haid dan nifas)
c. Tidak ada yang membatalkannya

Menurut ulama Malikiyah ada 4:
a. Niat
b. Suci dari haid dan nifas
c. Islam
d. Pada waktunya dan juga disyaratkan orang yang berpuasa berakal.

Menurut ulama Syafi'iyah ada 4:
a. Islam
b. Berakal
c. Suci dari haid dan nifas sepanjang hari
d. Dilaksanakan pada waktunya.
(Sedangkan "niat", menurut Syafi'iyah, dimasukkan ke rukun puasa).

Menurut ulama Hambaliyah ada 3:
a. Islam
b. Niat
c. Suci dari haid dan nifas


H. Jenis – Jenis Puasa
1. Puasa wajib
Puasa fardhu atau puasa di bulan Ramadan telah diwajibkan ke atas setiap mukallaf yang berakil baligh serta telah memenuhi syaratnya. Bagi kanak-kanak yang belum akil baligh, mereka ini tidak diwajibkan berpuasa tetapi ibu bapa haruslah melatih mereka untuk berpuasa sebagai latihan. Sesiapa yang mengingkari akan kewajipan berpuasa ini maka mereka dihukum murtad.
2. Puasa sunat
Puasa sunat ialah puasa yang dikerjakan kerana semata-mata untuk mengharapkan akan keampunan, keredhaan, balasan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah. Puasa sunat boleh dikerjakan pada bila-bila masa yang diingini jika seseorang itu merasa ia berkemampuan untuk melaksanakannya kecuali pada hari-hari yang telah diharamkan dan pada hari-hari yang makruh berpuasa.
Jenis-jenis Puasa Sunat
1) Puasa sunat di bulan Syawal. Puasa dalam bulan ini tidak semestinya berturut-turut iaitu selepas hari raya pertama, ia boleh dikerjakan pada bila-bila masa asalkan masih dalam bulan Syawal.
2) Puasa sunat di bulan Zulhijjah bermula pada tanggal 1 haribulan hinggalah 8 haribulan.
3) Puasa sunat pada tanggal 9 Zulhijjah ( hari Arafah ).
4) Puasa sunat Muharram bermula pada tanggal 1 haribulan hinggalah pada 9 haribulan (sunat Tausa’ ).
5) Puasa sunat pada tanggal 10 Muharram ( sunat ‘Asyura ).
6) Puasa sunat di bulan Rejab ( keseluruhan bulan Rejab ).
7) Puasa sunat di bulan Syaaban ( keseluruhan bulan Syaaban kecuali pada hari syak ).
8) Puasa sunat pada setiap hari Isnin dan Khamis.
9) Puasa sunat 3 hari pada tiap-tiap bulan Hijrah ( Islam ).
10) Puasa sunat pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 haribulan pada setiap bulan-bulan Hijrah ( Islam ).
11) Puasa sunat secara berselang-seli hari seperti semalam ia berpuasa dan hari ini ia berbuka dan pada esok harinya ia berpuasa semula.
3. Puasa Qada
Puasa Qada ialah puasa yang wajib ditunaikan kerana bagi menggantikan puasa yang telah ditinggalkan pada bulan Ramadan dahulu diatas sesuatu sebab ataupun kelonggaran yang diizinkan oleh syarak seperti sakit tenat, bermusafir, haid, nifas, bersalin dan sebagainya
4. Puasa Nazar
Puasa nazar wajib ditunaikan apabila kita telah berperoleh ataupun berjaya mendapatkan sesuatu apa yang kita ingini itu. Jika apa yang kita nazarkan itu tidak berjaya maka tidaklah wajib keatas kita untuk menunaikan nazar tersebut. Contohnya seperti berkata seseorang itu sekiranya ditakdirkan isteriku melahirkan anak perempuan maka aku bernazar untuk berpuasa satu hari. Jika betul ia mendapat anak perempuan maka wajiblah ia berpuasa.
5. Puasa Kifarat
Puasa kifarat wajib ditunaikan jika seseorang telah melakukan perbuatan-perbuatan seperti berikut :
o Bersetubuh dalam bulan Ramadan dan pada waktu siang hari maka kifaratnya ialah berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.
o Membunuh saudara seagama tanpa hak ataupun dengan sengaja maka kifaratnya ialah berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.
o Melanggar perintah ihram dengan melakukan sesuatu yang haram dilakukan dan tidak dapat digantikan dengan menyembelih binatang.
o Kifaratnya berpuasa selama 3 hari di Tanah Suci dan 7 hari di negara sendiri.
o Kifarat kerana menziharkan isteri iaitu dengan berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.
I. Puasa Sunnah
1. Puasa enam hari di bulan Syawal, baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak. Keutamaan puasa romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).
2. Puasa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adlah hari raya kurban dan diharomkan untuk berpuasa.
3. Puasa hari Arofah, yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
4. Puasa Muharrom, yaitu puasa pada bulan Muharrom terutama pada hari Assyuro’. Keutamaannya adalah bahwa puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan Romadhon (HR. Bukhori)
5. Puasa Assyuro’. Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi sholallohu ‘alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR. Muslim).
6. Puasa Sya’ban. Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Keutamaan: bulan ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Robb semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
7. Puasa pada bulan Harom (bulan yang dihormati) yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah pada bulan-bulan tersebut termasuk ibadah puasa.
8. Puasa Senin dan Kamis. Namun tidak ada kewajiban mengiringi puasa hari Senin dengan puasa hari Kamis atau sebaliknya. Keduanya merupakan hari di mana amal-amal hamba diangkat dan diperlihatkan kepada Alloh.
9. Puasa tiga hari setiap bulan. Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.
10. Puasa Dawud, yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari. Keutamaannya adalah karena puasa ini adalah puasa yang paling disukai oleh Alloh (HR. Bukhori-Muslim).

J. Hal-Hal yang Dianggap Membatalkan Puasa
Ada sejumlah persoalan yang sering menjadi perselisihan di antara kaum muslimin seputar pembatal-pembatal puasa. Di antaranya memang ada yang menjadi permasalahan yang diperselisihkan di antara para ulama, namun ada pula hanya sekedar anggapan yang berlebih-lebihan dan tidak dibangun di atas dalil.
Melalui tulisan ini akan dikupas beberapa permasalahan yang oleh sebagian umat dianggap sebagai pembatal puasa namun sesungguhnya tidak demikian. Keterangan-keterangan yang dibawakan nantinya sebagian besar diambilkan dari kitab Fatawa Ramadhan -cetakan pertama dari penerbit Adhwaa’ As-salaf- yang berisi kumpulan fatwa para ulama seperti Asy-Syaikh Ibnu Baz, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan lain-lain rahimahumullahu ajma’in.
Di antara faidah yang bisa kita ambil dari kitab tersebut adalah:
1. Bahwa orang yang melakukan pembatal-pembatal puasa dalam keadaan lupa, dipaksa, dan tidak tahu dari sisi hukumnya, maka tidaklah batal puasanya.
2. Orang yang muntah bukan karena keinginannya (tidak sengaja) tidaklah batal puasanya.

3. Menelan ludah tidaklah membatalkan puasa.
4. Keluar darah bukan karena keinginannya seperti luka atau karena keinginannya namun dalam jumlah yang sedikit tidaklah membatalkan puasa.
5. Pengobatan yang dilakukan melalui suntik, tidaklah membatalkan puasa, karena obat suntik tidak tergolong makanan atau minuman.
6. Mencium dan memeluk istri tidaklah membatalkan puasa apabila tidak sampai keluar air mani meskipun mengakibatkan keluarnya madzi.
7. Bagi laki-laki yang sedang berpuasa diperbolehkan untuk keluar rumah dengan memakai wewangian.
8. Diperbolehkan bagi orang yang berpuasa untuk menyiram kepala dan badannya dengan air untuk mengurangi rasa panas atau haus. Bahkan boleh pula untuk berenang di air dengan selalu menjaga agar tidak ada air yang tertelan ke tenggorokan.
9. Mencicipi masakan tidaklah membatalkan puasa, dengan menjaga jangan sampai ada yang masuk ke kerongkongan.

Dalam keadaan tertentu, syariah membolehkan seseorang tidak berpuasa.
1. Safar (perjalanan)
Seorang yang sedang dalam perjalanan, dibolehkan untuk tidak berpuasa. Keringanan ini didasari oleh Firman Allah SWT:
Dan siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan maka menggantinya di hari lain (QS Al-Baqarah: 85)
Sedangkan batasan jarak minimal untuk safar yang dibolehkan berbuka adalah jarak dibolehkannya qashar dalam shalat, yaitu 47 mil atau 89 km.
2. Sakit
Orang yang sakit dan khawatir bila berpuasa akan menyebabkan bertambah sakit atau kesembuhannya akan terhambat, maka dibolehkan berbuka puasa. Bagi orang yang sakit dan masih punya harapan sembuh dan sehat, maka puasa yang hilang harus diganti setelah sembuhnya nanti. Sedangkan orang yang sakit tapi tidak sembuh-sembuh atau kecil kemungkinannya untuk sembuh, maka cukup dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkannya.
3. Hamil dan Menyusui
Wanita yang hamil atau menyusui di bulan Ramadhan boleh tidak berpuasa, namun wajib menggantinya di hari lain. Ada beberapa pendapat berkaitan dengan hukum wanita yang haidh dan menyusui dalam kewajiban mengganti puasa yang ditnggalkan.
4. Lanjut Usia
Orang yang sudah lanjut usia dan tidak kuat lagi untuk berpuasa, maka tidak wajib lagi berpuasa. Hanya saja dia wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkannya itu. Firman Allah SWT
“Dan bagi orang yang tidak kuat/mampu, wajib bagi mereka membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin.” (QS Al-Baqarah)


5. Lapar dan Haus yang sangat
Islam memberikan keringanan bagi mereka yang ditimpa kondisi yang mengharuskan makan atau minum untuk tidak berpuasa. Namun kondisi ini memang secara nyata membahayakan keselamatan jiwa sehingga makan dan minum menjadi wajib. Seperti dalam kemarau yang sangat terik dan paceklik berkepanjangan, kekeringan dan hal lainnya yang mewajibkan seseorang untuk makan atau minum.
6. Dipaksa atau Terpaksa
Orang yang mengerjakan perbuatan karena dipaksa di mana dia tidak mampu untuk menolaknya, maka tidak akan dikenakan sanksi oleh Allah. Karena semua itu diluar niat dan keinginannya sendiri.
7. Pekerja Berat
Orang yang karena keadaan harus menjalani profesi sebagai pekerja berat yang membutuhkan tenaga ekstra terkadang tidak sanggup bila harus menahan lapar dalam waktu yang lama. Seperti para kuli angkut di pelabuhan, pandai besi, pembuat roti dan pekerja kasar lainnya. Bila memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain.

0 comments:

Post a Comment

Silakan Anda berkomentar, Namun tetap Jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam. SObat yang me-link saya, saya balas dengan me-link sobat..

 
Dibuat Oleh: Aan Samudra